TUGAS
EKONOMI MAKRO II
PROPOSAL “RESEARCH
PLAN”
PENGARUH KORUPSI TERHADAP PENYALURAN KREDIT
DI NEGARA ASEAN
DI NEGARA ASEAN
Oleh:
Syofriza
Syofyan
NIM:
1206328105
PROGRAM PASCA
SARJANA
FAKULTAS
EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA
1. Pendahuluan
Kinerja bank memiliki peranan penting dalam
pembangunan ekonomi dengan memobilisasi dana tabungan dan meminjamkannya pada
peminjam dengan tindakan yang paling efisien. Korupsi merupakan bagian yang
cukup besar di negara-negara berkembang terkait dengan karakteristik dasar
lingkungan yang tidak tertata dengan baik seperti kelemahan dalam hukum dan
peraturan, system hukum yang tidak memadai, kelemahan dalam institusi penting
yang dapat mempengaruhi bank dalam menyalurkan dana pinjaman.
Treisman
(2000) dan Levin dan Satarov (2000) menemukan bukti bahwa korupsi yang
tinggi terkait dengan menurunnya pertmbuhan ekonomi dan bila kondisi
perekonomian membaik akan mengurangi korupsi. Biaya korupsi ini cukup fenomenal,
dimana ketika bank bank menyalurkan sejumlah
besar pinjaman pada proyek-proyek yang tidak layak, sementara hanya
sedikit untuk proyek yang layak. Hal ini menghalangi pertumbuhan ekonomi dan
kesempatan berinvestasi yang layak justru kekurangan dana.
Korupsi di Indonesia sangat luar biasa karena IPK
(Indeks Persepsi Korupsi) tiga kebawah. Padahal kalau suatu negara dikatakan
bersih dari korupsi jika IPK-nya
sepuluh. Hal itu berarti bahwa Indonesia
masih sulit untuk keluar dari jeratan korupsi yang sudah mengakar.
Bahkan skor IPK Indonesia dikawasan ASEAN di bawah Brunei, Malaysia dan
Thailand apalagi bila dibandingkan dengan Singaupura, karena IPK Singapura
selalu di atas 9. Indonesia hanya lebih tinggi jika dibandingkan dengan
negara-negara baru seperti Vietnam, Kamboja, Laos dan Myanmar. Sedangkan bila dilihat
dari pertumbuhan ekonominya, maka Indonesia relatif tinggi pertumbuhan
ekonominya. Dengan demikian bisa dikatakan korupsi di Indonesia tinggi dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi yang juga relatif tinggi. (Nawatni, 2013)
Berdasarkan uraian diatas, muncul fenomena yang
kontradiktif dan perlu dianalisis yaitu,
adanya korupsi di Indonesia tidak membuat pertumbuhan ekonomi menurun lalu
bagaimana dengan penyaluran kredit perbankan ?
Rumusan
pertanyaan penelitian:
“Bagaimana
pengaruh korupsi terhadap penyaluran kredit di Indonesia dan sembilan (9)
negara Asean lainnya ?”
Sesuai dengan rumusan pertanyaan penelitian, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa dampak korupsi pada penyaluran kredit
pada perbankan di Negara ASEAN.
2.
Tinjauan Pustaka
Korupsi dipahami sebagai the misuse of public power for private benefit (Hustead, 2002), dan
juga dalam pengertian the use of public
office for private gain, baik yang untuk kegiatan finansial maupun
nonfinansial (Balkaran, 2002). Dalam hal ini yang termasuk korupsi adalah
sogokan (bribery), pemerasan
(extortion), memperjualbelikan
pengaruh (influence peddling),
nepotisme (nepotism), dan segala tindakan yang terkait dengannya
(Alatas, 1981)
Pengaruh korupsi terhadap penyaluran kredit
perbankan secara teoritis bisa positif dan bisa negatif. Dampak negatif berarti
korupsi menurunkan penyaluran kredit perbankan, sebaliknya dampak positif
berarti korupsi meningkatkan peyaluran kredit perbankan.
Argumen
utama mengapa korupsi akan menurunkan penyaluran kredit perbankan didasarkan
pada hukum dan teori keuangan dipelopori oleh La Porta et al. (1997). Lembaga
hukum yang melindungi bank dan menegakkan kontrak (Lembaga penjamin Simpanan) cenderung
untuk mendorong kredit perbankan yang lebih besar, dengan meningkatkan keediaan bank untuk
menyalurkan kredit. Dalam kasus default
oleh peminjam, bank dijamin oleh LPS untuk memperoleh pengembalian kredit yang
telah disalurkan. Namun tindakan korupsi dari LPS menambah ketidakpastian bagi
bank untuk mendapatkan kembali kredit yang telah disalurkan kepada peminjam
yang default, akan menyebabkan bank mengurangi kesediaan
mereka untuk menyalurkan kredit.
Bukti
empiris mendukung teori ini adalah La
Porta et al. (1997) yang mengamati bahwa perlindungan hukum yang lebih baik akan
mendorong peminjam untuk meminjam lebih besar, Levine (1998, 1999) dan Djankov,
McLiesh dan Shleifer (2007) menunjukkan bahwa perlindungan hukum yang lebih
baik untuk bank akan meningkatkan rasio
yang lebih tinggi dari kredit bank ke sektor swasta terhadap PDB pada analisis
di lintas negara. Dengan menyelidiki factor-faktor yang mempengaruhi kontrak
pinjaman, Qian dan Strahan (2007) juga mendukung pandangan bahwa perlindungan
yang lebih kuat dari kreditor mengarah ke suku bunga pinjaman yang lebih rendah
yang dibebankan oleh bank sehingga menurunkan keinginan bank untuk menyalurkan
kredit.
Argumen
kedua berfokus korupsi berupa suap yang diberikan peminjam kepada pihak bank
atau pejabat bank untuk mempermudah perolehan kredit. Levin dan Satarov (2000)
menjelaskan bagaimana peminjam memberikan amplop berisi uang kepada pejabat
bank di Rusia pada 1990-an. Bukti korupsi dalam pinjaman tersebar luas. Di
Rusia, Levin dan Satarov (2000) menunjukkan angka laporan kasus pidana yang diluncurkan terhadap para karyawan bank Rusia
di tahun1990. Di Negara China, Barth et al. (2008) menunjukkan bahwa 461 kasus
penipuan bank, masing-masing melibatkan lebih dari satu juta yuan, yang
ditemukan pada tahun 2005. Korupsi dapat mengurangi kredit perbankan melalui
dampaknya terhadap pinjaman. Dengan meningkatkan biaya pinjaman, ia bertindak
sebagai pajak atas peminjam dan sebagainya merupakan kendala untuk membiayai.
Survei Bisnis Lingkungan Dunia (WBES) oleh Bank Dunia memberikan bukti tentang
dampak negatif korupsi dalam penyaluran kredit, dengan mempertanyakan manajer
perusahaan apakah korupsi pejabat bank menjadi kendala bagi pertumbuhan bisnis
dalam survei lintas-negara. Berdasarkan survei ini, Batra, Kaufmann dan Batu
(2004) mengamati bahwa korupsi pejabat bank dianggap sebagai kendala utama atau
moderat sebesar 20% sampai 30% dari perusahaan-perusahaan di wilayah dunia lain
selain negara-negara OECD.
Argumen
di atas memberikan anggapan bahwa korupsi dapat menghambat kredit perbankan.
Namun di sisi lain korupsi dalam pinjaman juga mungkin akan bermanfaat bagi
kredit perbankan dalam beberapa kasus. Memang argumen korupsi bisa berupa pejabat
bank memanfaatkan kekuasaannya dalam pemberian kredit dengan menuntut suap
dalam pertukaran, yang meningkatkan biaya pinjaman. Namun demikian, peminjam juga
mungkin berinisitatif untuk memberikan
suap kepada pejabat bank agar meningkatkan peluangnya untuk mendapatkan
pinjaman . Dalam hal ini, korupsi dalam pemberian kredit dapat mendukung kredit
perbankan.
Insentif
peminjam untuk menawarkan suap untuk memperoleh kredit perbankan akan
meningkatkan keengganan bank menanggung risiko. Seperti penawaran penghindaran
risiko dengan keengganan bank untuk memberikan pinjaman, keengganan risiko yang
lebih besar berarti aplikasi pinjaman yang lebih ditolak . Akibatnya, hal itu
meningkatkan kemungkinan bahwa peminjam akan membayar suap untuk mendapatkan
pinjaman. Argumen teoritis ini menunjukkan adanya dampak positif korupsi dalam
pemberian kredit pada kredit perbankan. Stiglitz dan Weiss (1981) menunjukkan adanya
adverse selection, sehingga dari informasi asimetri antara bank dengan peminjam menyebabkan
penjatahan kredit dalam arti bahwa peminjam bersedia membayar suku bunga
pinjaman yang lebih besar dari yang diminta dan hal ini menyebabkan bank telah
menolak permintaan pinjaman yang tidak bersedia membayar dengan bunga yang
tinggi. Bank termotivasi untuk melakukannya untuk menghindari adverse selection melalui memberikan
pinjaman hanya kepada peminjam yang proyeknya tidak layak (buruk). Hanya peminjam berisiko memiliki insentif
untuk berperilaku seperti ini , sesuai dengan mekanisme yang merugikan. Peminjam yang tidak beresiko
(aman) tidak bersedia membayar lebih. Dalam arti bahwa, dengan menghindari
hambatan untuk mendapatkan pinjaman dari bank, korupsi dalam pemberian kredit dapat
meningkatkan pinjaman bank.
Berdasarkan
teori dan temuan empiris diatas terdapat argumen yang saling bertentangan mengenai
pengaruh korupsi terhadap penyaluran kredir perbankan yaitu pengaruh positif
dan negative. Terkait dengan pengalaman yang banyak terjadi di Indonesia
seperti kasus Bank Century tahun 2009, dan berbagai kasus korupsi atas
kerjasama dengan pejabat bank maka peneliti menduga bahwa tingkat korupsi yang tinggi menyebabkan penyaluran
kredit tersendat sehingga dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi.
3. Metodologi Penelitian
3.1 Unit Analisis
Unit analisis penelitian ini adalah sepuluh
Negara ASEAN yaitu Indonesia,
Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, Kamboja, Laos, Philipina, Vietnam,
Thailand, Myanmar dan perbankan dimasing-masing Negara selama periode 2001 –
2010.
3.2 Data dan Metode
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yaitu data ekonomi makro di masing-masing Negara yang dapat
diperoleh dari IMF (International Monetary Fund) dan IFS (International
Finacial Statistic) kemudian juga data tentang base laporan keuangan (neraca
dan laporan laba rugi) yang sudah dipublikasikan untuk bank-bank di masing-masing Negara yang dapat diambil dari Bank
Sentral di masing-masing negara.
3.3. Metode Regresi Data Panel
Objek
dalam penelitian ini bersifat time-series dan cross-section
sekaligus, sehingga disebut
data panel. Ciri utama data panel adalah jumlah variabel yang lebih banyak
daripada jumlah waktu observasi. Ada
3 pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengestimasi model data panel, yakni Pooled least square
(PLS), Fixed Effect Method (FEM) dan Random Effect
Method (REM). Pemilihan model terbaik antara PLS dan FEM menggunakan uji
Chow dan pemilihan model terbaik antara FEM dan REM menggunakan Uji Hausman.
3.3.1. Pendekatan Kuadrat
Terkecil (Pooled Least Square)
Pendekatan yang
paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode
kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool. Misalkan terdapat persamaan
berikut ini:
Yit = a + xjit bj + eit untuk i =
1, 2, . . . , N dan t = 1, 2,
. . ., T
Dimana N adalah
jumlah unit cross section (individu)
dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil
biasa, dapat dilakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan
diperoleh persamaan regresi cross section
sebagai berikut:
Yi1 = a + xjit bj + ei1 untuk i =
1, 2, . . . , N
yang akan berimplikasi
diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya,
akan dapat diperoleh persamaan deret waktu (time
series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk
mendapatkan parameter a dan b yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam
bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi.
3.3.2. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Method)
Kesulitan
terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa tersebut adalah asumsi
intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar
daerah maupun antar waktu.. Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah
dengan memasukkan variabel boneka (dummy
variable) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang
berbeda-beda baik lintas unit cross
section maupun antar waktu. Dalam pengujian pada penelitian ini, penulis akan
menyoroti nilai intersep yang mungkin saja bisa berbeda-beda antar unit cross section.
Pendekatan
dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variable atau disebut juga Covariance Model. Dapat dituliskan pendekatan tersebut dalam
persaman sebagai berikut:
yit = ai + xjit
bj +
+ eit
di mana :
yit
= variabel terikat
di waktu t untuk unit cross section i
ai = intercept yang
berubah-ubah antar cross section unit
xjit
= variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i
bji = parameter untuk variabel ke j
eit = komponen
error di waktu t untuk unit cross section i
Keputusan memasukkan variabel boneka
ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Tidak dapat dipungkiri,
dengan melakukan penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya
degree of freedom yang pada akhirnya
akan mempengaruhi kefisienan dari parameter yang diestimasi. Pertimbangan
pemilihan pendekatan yang digunakan ini didekati dengan menggunakan statistik F
(uji chow) yang berusaha
memperbandingkan antara nilai jumlah kuadrat dari error dari proses pendugaan dengan menggunakan metode kuadrat
terkecil dan efek tetap yang telah memasukkan variabel boneka. Rumusan itu
adalah sebagai berikut:
FN+T-2,NT-N-T
= (ESS1 -ESS2) / (NT-1)
(ESS2)
/ (NT-N-K)
dimana ESS1 dan ESS2
adalah jumlah kuadrat sisa dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa dan
model efek tetap, sedangkan statistik F mengikuti distribusi F dengan derajat
bebas NT-1 dan NT-N-K . Nilai statistik F uji ini lah yang kemudian
dibandingkan dengan nilai statistik F tabel yang akan menentukan pilihan model
yang akan digunakan
3.3.3 Pendekatan Efek Acak (Random Effect Method)
Keputusan untuk
memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap tak dapat dipungkiri akan
dapat menimbulkan konsekuensi (trade off).
Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat
kebebasan (degree of freedom) yang
pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi.
Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal pendekatan ketiga yaitu
model efek acak (random effect).
Dalam model efek acak, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun
antar waktu dimasukkan ke dalam error.
Karena hal ini lah, model efek acak sering juga disebut model komponen error (error component model).
Bentuk
model efek acak ini dijelaskan pada persamaan berikut ini:
Yit = a + xjit bj + eit
e it = ui + vt + w it
dimana ui
~N(0, du2) = komponen cross section error
vt ~N(0, d v2) = komponen time series error
wit~ N(0, d w2) = komponen error
kombinasi
Diasumsikan juga bahwa error secara individual juga tidak
saling berkorelasi begitu juga dengan error
kombinasinya.
Dengan
menggunakan model efek acak ini, maka dapat dihemat
pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang
dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan
hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan penggunaan model efek
tetap ataupun efek acak ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang
dikembangkan oleh Hausman. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan
menggunakan nilai Chi Square Statistics
sehingga keputusan pemilihan model akan dapat ditentukan secara statistik.
3.3.4. Model estimasi
Model estimasi yang akan
digunakan dalam penelitian ini ada 2 yaitu model persamaan regresi antar Negara
yang bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh korupsi terhadap penyaluran
kredit perbankan untuk antar Negara dimana variabel dependentnya adalah Kredit Perbankan dan variabel independentnya adalah Korupsi, Inflasi,
Perdagangan Internasional dan GDP per kapita.
Model persamaan regresi antar
negara
KPit
= boit + b1 Kit + b2 Infit + b3 PIit
+ b4 GDPit + eit
Dimana:
i = Negara-negara ASEAN yaitu
Indonesia
Singapura
Malaysia
Brunai Darussalam
Kamboja
Laos
Philipina
Vietnam
Thailand
Myanmar
t = periode penelitian, 2001 -
2011
Persamaan yang ke 2 yaitu model
persamaan regresi pada level bank pernegara yang bertujuan untuk menganalisis
dan memeriksa kesesuaian dengan hasil regresi pada level Negara dan untuk
menganalisa apakah dampak korupsi terhadap penyaluran kredit tergantung pada
penghindaran resiko. Pada persamaan ini variabel dependentnya adalah Kredit Perbankan dan variabel independentnya adalah Korupsi,
Korupsi*Risk Averse, Risk Averse, Deposit to Asset ratio, Size dan GDP per
kapita.
Model persamaan pada level bank
per Negara
KPijt
= aoijt + a1ijt Kit + a2 Kit*RAijt
+ a3 RAijt + a4 DTAijt + a5 Sijt + a5 Inf
ijt + a6 GDPit + uijt
Dimana:
i = Negara-negara di ASEAN (10
Negara)
j = bank-bank di masing-masing
Negara
t = Periode Penelitian (2001 –
2010)
Tabel 1. Definisi Operasional
Variabel
Variabel
|
Notasi
|
Dekripsi
Operasional Variabel
|
|
DATA
ANTAR NEGARA
|
|||
Kredit
Perbankan
|
KP
|
Rasio
jumlah kredit yang disalurkan kepada perusahaan swasta oleh lembaga keuangan
terhadap GDP (Selama tahun2001-2010)
|
|
Korupsi
|
K
|
IPK = Indeks
Persepsi Korupsi, dari yang dikeluarkan oleh Transparency International dengan
skor 0 sampai dengan 10. Skor 10 berarti suatu wilayah bebas dari korupsi dan
sebaliknya jika nol maka semakin korup (indeks).(selama tahun 2001-2010)
|
|
Inflasi
|
Inf
|
CPI
= IHK = Indeks Harga Konsumen (dalam %) selama 2001 – 2010
|
|
Perdagangan
Internasional
|
PI
|
Rasio
Perdagangan Internasional terhadap GDP (dalam %) (selama 2001 -2010)
|
|
GDP
per Kapita
|
GDP
|
Log
GDP per kapita pada harga PPP tahun 2010
(Selama 2001 – 2010)
|
|
DATA
PADA LEVEL BANK
|
|||
Deposit
To Asset
|
DTA
|
Rasio
total deposito terhadap total asset
|
|
Size
|
S
|
Logaritma
dari total asset
|
|
Risk
Aversion
|
RA
|
Rasio
kelebihan ekuitas (ekuitas dikurangi persyaratan ekuitas minimum) terhadap
total asset
|
|
Daftar
Pustaka
Alatas,
Syed Husain (1981),” Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan dengan Data
Kontemporer, Jakarta, LP3ES
Balkaran,
Lal, 2002,”Curbing Corruption: The Internal Auditor Altamonte Spring Feb: ol 59
(1): 40-47
Barth,
James, Chen Lin, Ping Lin and Frank Song, 2008. "Corruption in Bank
Lending to Firms: Cross-Country Micro Evidence on the Beneficial Role of
Competition and Information Sharing," Journal of Financial Economics,
forthcoming
Batra,
Geeta, Daniel Kaufmann and Andrew Stone, 2004. "The Firms Speak: What the
World Business Environment Survey Tells Us about Constraints on the Private
Sec-tor Development," World Bank, Washington D.C.
Djankov,
Simeon, Caralee McLiesh and Andrei Shleifer, 2007. "Private Credit in 129
Countries," Journal of Financial Economics 84, 2, 299-329. Qian, Jun, and
Philip Strahan, 2007. "How Laws & Institutions Shape Financial
Contracts: The Case of Bank Loans,” Journal of Finance LXII, 6, 2803-2834
La
Porta, Rafael, Florencio Lopez-de-Silanes, Andrei Shleifer and Robert W.
Vishny, 1997. "Legal Determinants of External Finance," Journal of
Finance 52, 1131-1150
Levin,
Mark, and Georgy Satarov, 2000. “Corruption and Institutions in Russia,”
European Journal of Political Economy 16, 113-132.
Levine
R., 1998. “The Legal Environment, Banks and Long-Run Economic Growth”, Journal
of Money, Credit and Banking 30, 3, 596-620.
Levine,
Ross, 1999. "Law, Finance and Economic Growth," Journal of Financial
Interme-diation 8, 8-35.
Nawatni,
Sri (2013),”Korupsi Dan Pertumbuhan Ekonomi- Studi Empiris 33 Propinsi Di
Indonesia, Dinamika Akuntansi, Keuangan Dan Perbankan, Mei, Hal 66-81
Stiglitz,
Joseph, and Andrew Weiss, 1981. "Credit Rationing in Markets with
Imperfect Information," American Economic Review 71, 393-410.
Treisman,
Daniel, 2000. “The Causes of Corruption: A Cross-National Study,” Journal of
Public Economics 76, 3, 399-457.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar