Minggu, 16 November 2014

PENGARUH KORUPSI TERHADAP PENYALURAN KREDIT DI NEGARA ASEAN

TUGAS EKONOMI MAKRO  II
PROPOSAL “RESEARCH PLAN

PENGARUH KORUPSI TERHADAP PENYALURAN KREDIT
 DI NEGARA ASEAN






Oleh:
Syofriza Syofyan
NIM: 1206328105



PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA



1.     Pendahuluan

Kinerja bank memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi dengan memobilisasi dana tabungan dan meminjamkannya pada peminjam dengan tindakan yang paling efisien. Korupsi merupakan bagian yang cukup besar di negara-negara berkembang terkait dengan karakteristik dasar lingkungan yang tidak tertata dengan baik seperti kelemahan dalam hukum dan peraturan, system hukum yang tidak memadai, kelemahan dalam institusi penting yang dapat mempengaruhi bank dalam menyalurkan dana pinjaman.
Treisman  (2000) dan Levin dan Satarov (2000) menemukan bukti bahwa korupsi yang tinggi terkait dengan menurunnya pertmbuhan ekonomi dan bila kondisi perekonomian membaik akan mengurangi korupsi. Biaya korupsi ini cukup fenomenal, dimana ketika bank bank menyalurkan sejumlah  besar pinjaman pada proyek-proyek yang tidak layak, sementara hanya sedikit untuk proyek yang layak. Hal ini menghalangi pertumbuhan ekonomi dan kesempatan berinvestasi yang layak justru kekurangan dana.
Korupsi di Indonesia sangat luar biasa karena IPK (Indeks Persepsi Korupsi) tiga kebawah. Padahal kalau suatu negara dikatakan bersih dari korupsi  jika IPK-nya sepuluh. Hal itu berarti bahwa Indonesia  masih sulit untuk keluar dari jeratan korupsi yang sudah mengakar. Bahkan skor IPK Indonesia dikawasan ASEAN di bawah Brunei, Malaysia dan Thailand apalagi bila dibandingkan dengan Singaupura, karena IPK Singapura selalu di atas 9. Indonesia hanya lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara baru seperti Vietnam, Kamboja, Laos dan Myanmar. Sedangkan bila dilihat dari pertumbuhan ekonominya, maka Indonesia relatif tinggi pertumbuhan ekonominya. Dengan demikian bisa dikatakan korupsi di Indonesia tinggi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang juga relatif tinggi. (Nawatni, 2013)
Berdasarkan uraian diatas, muncul fenomena yang kontradiktif  dan perlu dianalisis yaitu, adanya korupsi di Indonesia tidak membuat pertumbuhan ekonomi menurun lalu bagaimana dengan penyaluran kredit perbankan ?

Rumusan pertanyaan penelitian:
“Bagaimana pengaruh korupsi terhadap penyaluran kredit di Indonesia dan sembilan (9) negara Asean lainnya ?”

Sesuai dengan rumusan pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa dampak korupsi pada penyaluran kredit pada  perbankan di Negara ASEAN.

2.     Tinjauan Pustaka

Korupsi dipahami sebagai the misuse of public power for private benefit (Hustead, 2002), dan juga dalam pengertian the use of public office for private gain, baik yang untuk kegiatan finansial maupun nonfinansial (Balkaran, 2002). Dalam hal ini yang termasuk korupsi adalah sogokan (bribery), pemerasan (extortion), memperjualbelikan pengaruh (influence peddling), nepotisme (nepotism),  dan segala tindakan yang terkait dengannya (Alatas, 1981)
Pengaruh korupsi terhadap penyaluran kredit perbankan secara teoritis bisa positif dan bisa negatif. Dampak negatif berarti korupsi menurunkan penyaluran kredit perbankan, sebaliknya dampak positif berarti korupsi meningkatkan peyaluran kredit perbankan.
Argumen utama mengapa korupsi akan menurunkan penyaluran kredit perbankan didasarkan pada hukum dan teori keuangan dipelopori oleh La Porta et al. (1997). Lembaga hukum yang melindungi bank dan menegakkan kontrak (Lembaga penjamin Simpanan) cenderung untuk mendorong kredit perbankan yang lebih besar,  dengan meningkatkan keediaan bank untuk menyalurkan kredit. Dalam kasus default oleh peminjam, bank dijamin oleh LPS untuk memperoleh pengembalian kredit yang telah disalurkan. Namun tindakan korupsi dari LPS menambah ketidakpastian bagi bank untuk mendapatkan kembali kredit yang telah disalurkan kepada peminjam yang default,  akan menyebabkan bank mengurangi kesediaan mereka untuk menyalurkan kredit.
Bukti empiris mendukung teori ini adalah  La Porta et al. (1997) yang mengamati bahwa perlindungan hukum yang lebih baik akan mendorong peminjam untuk meminjam lebih besar, Levine (1998, 1999) dan Djankov, McLiesh dan Shleifer (2007) menunjukkan bahwa perlindungan hukum yang lebih baik untuk bank akan meningkatkan  rasio yang lebih tinggi dari kredit bank ke sektor swasta terhadap PDB pada analisis di lintas negara. Dengan menyelidiki factor-faktor yang mempengaruhi kontrak pinjaman, Qian dan Strahan (2007) juga mendukung pandangan bahwa perlindungan yang lebih kuat dari kreditor mengarah ke suku bunga pinjaman yang lebih rendah yang dibebankan oleh bank sehingga menurunkan keinginan bank untuk menyalurkan kredit.
Argumen kedua berfokus korupsi berupa suap yang diberikan peminjam kepada pihak bank atau pejabat bank untuk mempermudah perolehan kredit. Levin dan Satarov (2000) menjelaskan bagaimana peminjam memberikan amplop berisi uang kepada pejabat bank di Rusia pada 1990-an. Bukti korupsi dalam pinjaman tersebar luas. Di Rusia, Levin dan Satarov (2000) menunjukkan angka laporan kasus pidana yang  diluncurkan terhadap para karyawan bank Rusia di tahun1990. Di Negara China, Barth et al. (2008) menunjukkan bahwa 461 kasus penipuan bank, masing-masing melibatkan lebih dari satu juta yuan, yang ditemukan pada tahun 2005. Korupsi dapat mengurangi kredit perbankan melalui dampaknya terhadap pinjaman. Dengan meningkatkan biaya pinjaman, ia bertindak sebagai pajak atas peminjam dan sebagainya merupakan kendala untuk membiayai. Survei Bisnis Lingkungan Dunia (WBES) oleh Bank Dunia memberikan bukti tentang dampak negatif korupsi dalam penyaluran kredit, dengan mempertanyakan manajer perusahaan apakah korupsi pejabat bank menjadi kendala bagi pertumbuhan bisnis dalam survei lintas-negara. Berdasarkan survei ini, Batra, Kaufmann dan Batu (2004) mengamati bahwa korupsi pejabat bank dianggap sebagai kendala utama atau moderat sebesar 20% sampai 30% dari perusahaan-perusahaan di wilayah dunia lain selain negara-negara OECD.
Argumen di atas memberikan anggapan bahwa korupsi dapat menghambat kredit perbankan. Namun di sisi lain korupsi dalam pinjaman juga mungkin akan bermanfaat bagi kredit perbankan dalam beberapa kasus. Memang argumen korupsi bisa berupa pejabat bank memanfaatkan kekuasaannya dalam pemberian kredit dengan menuntut suap dalam pertukaran, yang meningkatkan biaya pinjaman. Namun demikian, peminjam juga mungkin berinisitatif  untuk memberikan suap kepada pejabat bank agar meningkatkan peluangnya untuk mendapatkan pinjaman . Dalam hal ini, korupsi dalam pemberian kredit dapat mendukung kredit perbankan.
Insentif peminjam untuk menawarkan suap untuk memperoleh kredit perbankan akan meningkatkan keengganan bank menanggung risiko. Seperti penawaran penghindaran risiko dengan keengganan bank untuk memberikan pinjaman, keengganan risiko yang lebih besar berarti aplikasi pinjaman yang lebih ditolak . Akibatnya, hal itu meningkatkan kemungkinan bahwa peminjam akan membayar suap untuk mendapatkan pinjaman. Argumen teoritis ini menunjukkan adanya dampak positif korupsi dalam pemberian kredit pada kredit perbankan. Stiglitz dan Weiss (1981) menunjukkan adanya adverse selection, sehingga dari informasi asimetri  antara bank dengan peminjam menyebabkan penjatahan kredit dalam arti bahwa peminjam bersedia membayar suku bunga pinjaman yang lebih besar dari yang diminta dan hal ini menyebabkan bank telah menolak permintaan pinjaman yang tidak bersedia membayar dengan bunga yang tinggi. Bank termotivasi untuk melakukannya untuk menghindari adverse selection melalui memberikan pinjaman hanya kepada peminjam yang proyeknya tidak layak (buruk).  Hanya peminjam berisiko memiliki insentif untuk berperilaku seperti ini , sesuai dengan mekanisme  yang merugikan. Peminjam yang tidak beresiko (aman) tidak bersedia membayar lebih. Dalam arti bahwa, dengan menghindari hambatan untuk mendapatkan pinjaman dari bank, korupsi dalam pemberian kredit dapat meningkatkan pinjaman bank.
Berdasarkan teori dan temuan empiris diatas terdapat argumen yang saling bertentangan mengenai pengaruh korupsi terhadap penyaluran kredir perbankan yaitu pengaruh positif dan negative. Terkait dengan pengalaman yang banyak terjadi di Indonesia seperti kasus Bank Century tahun 2009, dan berbagai kasus korupsi atas kerjasama dengan pejabat bank maka peneliti menduga bahwa tingkat korupsi yang tinggi menyebabkan penyaluran kredit tersendat sehingga dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi.

3. Metodologi Penelitian
3.1 Unit Analisis
Unit analisis penelitian ini adalah sepuluh Negara ASEAN yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, Kamboja, Laos, Philipina, Vietnam, Thailand, Myanmar dan perbankan dimasing-masing Negara selama periode 2001 – 2010.


3.2 Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data ekonomi makro di masing-masing Negara yang dapat diperoleh dari IMF (International Monetary Fund) dan IFS (International Finacial Statistic) kemudian juga data tentang base laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) yang sudah dipublikasikan  untuk bank-bank di masing-masing Negara yang dapat diambil dari Bank Sentral di masing-masing negara.

3.3. Metode Regresi Data Panel
Objek dalam penelitian ini bersifat time-series dan cross-section sekaligus, sehingga disebut data panel. Ciri utama data panel adalah jumlah variabel yang lebih banyak daripada jumlah waktu observasi. Ada 3 pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengestimasi model data panel, yakni Pooled least square (PLS), Fixed Effect Method (FEM) dan Random Effect Method (REM). Pemilihan model terbaik antara PLS dan FEM menggunakan uji Chow dan pemilihan model terbaik antara FEM dan REM menggunakan Uji Hausman.
3.3.1. Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square)
Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool. Misalkan terdapat persamaan berikut ini:
Yit = a + xjit bj + eit                  untuk i =  1, 2, . . . , N dan t = 1, 2, . . ., T
Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, dapat dilakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut:
Yi1 = a +  xjit bj + ei1               untuk i =  1, 2, . . . , N
yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya, akan dapat diperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter a dan b yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi.

3.3.2. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Method)
Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa tersebut adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar daerah maupun antar waktu.. Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variable) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu. Dalam pengujian pada penelitian ini, penulis akan menyoroti nilai intersep yang mungkin saja bisa berbeda-beda antar unit cross section.
            Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variable atau disebut juga Covariance Model. Dapat dituliskan pendekatan tersebut dalam persaman sebagai berikut:
yit = ai + xjit bj + + eit
di mana :
yit  = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i
ai  = intercept yang berubah-ubah antar cross section unit
xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i
bji  = parameter untuk variabel ke j
eit  = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

            Keputusan memasukkan variabel boneka ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Tidak dapat dipungkiri, dengan melakukan penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang pada akhirnya akan mempengaruhi kefisienan dari parameter yang diestimasi. Pertimbangan pemilihan pendekatan yang digunakan ini didekati dengan menggunakan statistik F (uji chow) yang berusaha memperbandingkan antara nilai jumlah kuadrat dari error dari proses pendugaan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil dan efek tetap yang telah memasukkan variabel boneka. Rumusan itu adalah sebagai berikut:

FN+T-2,NT-N-T = (ESS1 -ESS2) / (NT-1)
                                                (ESS2) / (NT-N-K)
     
dimana ESS1 dan ESS2 adalah jumlah kuadrat sisa dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa dan model efek tetap, sedangkan statistik F mengikuti distribusi F dengan derajat bebas NT-1 dan NT-N-K . Nilai statistik F uji ini lah yang kemudian dibandingkan dengan nilai statistik F tabel yang akan menentukan pilihan model yang akan digunakan

3.3.3 Pendekatan Efek Acak (Random Effect Method)
Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap tak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal pendekatan ketiga yaitu model efek acak (random effect). Dalam model efek acak, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Karena hal ini lah, model efek acak sering juga disebut model komponen error (error component model).
            Bentuk model efek acak ini dijelaskan pada persamaan berikut ini:
                                    Yit = a + xjit bj + eit     
                                    e it = ui + vt + w it
dimana                        ui ~N(0, du2)    = komponen cross section error
                        vt ~N(0, d v2)    = komponen time series error
                        wit~ N(0, d w2) = komponen error kombinasi
Diasumsikan juga bahwa error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.
            Dengan menggunakan model efek acak ini, maka dapat dihemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan penggunaan model efek tetap ataupun efek acak ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan oleh Hausman. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan menggunakan nilai Chi Square Statistics sehingga keputusan pemilihan model akan dapat ditentukan secara statistik.
3.3.4. Model estimasi
Model estimasi yang akan digunakan dalam penelitian ini ada 2 yaitu model persamaan regresi antar Negara yang bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh korupsi terhadap penyaluran kredit perbankan untuk antar Negara dimana variabel dependentnya adalah Kredit Perbankan dan variabel independentnya adalah Korupsi, Inflasi, Perdagangan Internasional dan GDP per kapita.

Model persamaan regresi antar negara
KPit = boit + b1 Kit + b2 Infit + b3 PIit + b4 GDPit + eit

Dimana:
i = Negara-negara ASEAN yaitu
Indonesia
Singapura
Malaysia
Brunai Darussalam
Kamboja
Laos
Philipina
Vietnam
Thailand
Myanmar
t = periode penelitian, 2001 - 2011

Persamaan yang ke 2 yaitu model persamaan regresi pada level bank pernegara yang bertujuan untuk menganalisis dan memeriksa kesesuaian dengan hasil regresi pada level Negara dan untuk menganalisa apakah dampak korupsi terhadap penyaluran kredit tergantung pada penghindaran resiko. Pada persamaan  ini variabel dependentnya adalah Kredit Perbankan dan variabel independentnya adalah Korupsi, Korupsi*Risk Averse, Risk Averse, Deposit to Asset ratio, Size dan GDP per kapita.

Model persamaan pada level bank per Negara

KPijt = aoijt + a1ijt Kit + a2 Kit*RAijt + a3 RAijt + a4 DTAijt + a5 Sijt + a5 Inf ijt + a6 GDPit + uijt
Dimana:
i = Negara-negara di ASEAN (10 Negara)
j = bank-bank di masing-masing Negara
t = Periode Penelitian (2001 – 2010)

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel
Variabel
Notasi
Dekripsi Operasional Variabel
DATA ANTAR NEGARA
Kredit Perbankan
KP
Rasio jumlah kredit yang disalurkan kepada perusahaan swasta oleh lembaga keuangan terhadap GDP (Selama tahun2001-2010)
Korupsi
K
IPK = Indeks Persepsi Korupsi, dari yang dikeluarkan oleh Transparency International dengan skor 0 sampai dengan 10. Skor 10 berarti suatu wilayah bebas dari korupsi dan sebaliknya jika nol maka semakin korup (indeks).(selama tahun 2001-2010)
Inflasi
Inf
CPI = IHK = Indeks Harga Konsumen (dalam %) selama 2001 – 2010
Perdagangan Internasional
PI
Rasio Perdagangan Internasional terhadap GDP (dalam %) (selama 2001 -2010)
GDP per Kapita
GDP
Log GDP per kapita pada harga PPP tahun 2010  (Selama 2001 – 2010)

DATA PADA LEVEL BANK
Deposit To Asset
DTA
Rasio total deposito terhadap total asset
Size
S
Logaritma dari total asset
Risk Aversion
RA
Rasio kelebihan ekuitas (ekuitas dikurangi persyaratan ekuitas minimum) terhadap total asset


 Daftar Pustaka

Alatas, Syed Husain (1981),” Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer, Jakarta, LP3ES
Balkaran, Lal, 2002,”Curbing Corruption: The Internal Auditor Altamonte Spring Feb: ol 59 (1): 40-47
Barth, James, Chen Lin, Ping Lin and Frank Song, 2008. "Corruption in Bank Lending to Firms: Cross-Country Micro Evidence on the Beneficial Role of Competition and Information Sharing," Journal of Financial Economics, forthcoming
Batra, Geeta, Daniel Kaufmann and Andrew Stone, 2004. "The Firms Speak: What the World Business Environment Survey Tells Us about Constraints on the Private Sec-tor Development," World Bank, Washington D.C.
Djankov, Simeon, Caralee McLiesh and Andrei Shleifer, 2007. "Private Credit in 129 Countries," Journal of Financial Economics 84, 2, 299-329. Qian, Jun, and Philip Strahan, 2007. "How Laws & Institutions Shape Financial Contracts: The Case of Bank Loans,” Journal of Finance LXII, 6, 2803-2834
La Porta, Rafael, Florencio Lopez-de-Silanes, Andrei Shleifer and Robert W. Vishny, 1997. "Legal Determinants of External Finance," Journal of Finance 52, 1131-1150
Levin, Mark, and Georgy Satarov, 2000. “Corruption and Institutions in Russia,” European Journal of Political Economy 16, 113-132.
Levine R., 1998. “The Legal Environment, Banks and Long-Run Economic Growth”, Journal of Money, Credit and Banking 30, 3, 596-620.
Levine, Ross, 1999. "Law, Finance and Economic Growth," Journal of Financial Interme-diation 8, 8-35.
Nawatni, Sri (2013),”Korupsi Dan Pertumbuhan Ekonomi- Studi Empiris 33 Propinsi Di Indonesia, Dinamika Akuntansi, Keuangan Dan Perbankan, Mei, Hal 66-81
Stiglitz, Joseph, and Andrew Weiss, 1981. "Credit Rationing in Markets with Imperfect Information," American Economic Review 71, 393-410.
Treisman, Daniel, 2000. “The Causes of Corruption: A Cross-National Study,” Journal of Public Economics 76, 3, 399-457.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar