Minggu, 16 November 2014

VICIOUS CIRCLE OF POVERTY

VICIOUS CIRCLE OF POVERTY SYOFRIZA SYOFYAN 1206328105   The Vicious Circle of Poverty There are both internal and external factors which affect a country’s development. One internal factor affecting a country’s development is its economy. By economic factors one usually means factors that are essential for production, for example labour, land resources and capital. In the model "The vicious circle of poverty" the link between lack of capital and underdevelopment is emphasised. The theory of the vicious circle of poverty can be used both at the national and individual levels. On the individual level, the vicious circle of poverty starts with the statement that a poor person (A) cannot pay for an adequate supply of food, and (B) thus is physically weak (C) and cannot work efficiently (D), and unable to earn much money (E), and thus is poor (A). The circle starts all over again with a situation where the person does not have money to get nutritious food (B). This process goes on and on. Figure 1: The vicious circle of poverty - Individual level. (source; Barke & O´Hare, 1991, page 43.) There have been some criticism raised against this model which state that the circle is inadequate as a total explanation of poverty and underdevelopment. The model does not explain why the person is poor or what is the cause of their poverty. Another thing is that the model does not consider the difference between LDC’s, it assumes that all countries are on the same level of poverty. Social conditions are not taken into account either, the model implies that these societies are static and unchanging. The vicious circle of poverty does not tell you anything about how an individual or a country can break out of the circle. The vicious circle of underdevelopment Lower per capita incomes make it extremely difficult for poor nations to save and invest, a condition that perpetuates low productivity and low incomes. Furthermore, rapid population growth may quickly absorb increases in per capita real income and thereby may negate the possibility of breaking out of the underdevelopment circle. How to break this vicious circle of poverty? Remaining poor is certainly no crime. The accepting of poverty and allowing it to continue is certainly a crime. Briefly, the vicious circle of poverty can be broken in developing countries including Pakistan by adopting following measures. (1) Increase in savings. The vicious of circle of poverty can be broken by making serious efforts in increasing the volume of real savings both at the level of in development the govt. The govt. can also mobilize foreign savings for capital formation country. (2) Higher per capital growth rate. The per capital growth rate should be higher than the rate of growth of population. This objective be achieved by increasing the level of employment in the country and reducing the rate of population growth. If the rate of increase in real per capital income is the same as the rate of growth of population, the real income per person will remain unchanged. (3) Efficient use of natural resources. The less developed countries (LDC) are not making the efficient use of the natural resources available to them. At present the multi national companies (MNCs) of the advanced countries are exploiting these resources more for their own economic benefits. The economic advantages of the natural resources must pass on to the benefits of the poor masses of the LDCs. (4) Employment of human resources. Many of the less developing countries including Pakistan are faced with serious unemployment problem. The quality of labour force is also poor. The low level of literacy, malnutrition, absence of proper medical care etc are all barriers to economic development Effective measures have to be taken for sufficient investment in human capital to break the poverty barrier of the LDCs. (5) Increasing the stock of capital goods. The LDCs can come out of the vicious circle pf poverty if the wealthy class is motivated to make their savings available for investment in productive activates rather than using their wealth on the purchase of urban real estates, precious metals etc. (6) Technological advance. The people in less developed countries (LDCs) can break the poverty barrier by adopting and applying advance technologies which are appropriate to the resources available to them. (7) Role of the advanced nations. The advanced nations san help the less developed countries in breaking the poverty barrier by: (i) expanding volume of trade with them. (ii) increasing the flow of private and public capital in basic infrastructure. (iii) provision of direct aid in basic social sectors such as education, health etc. (iv) provision of soft loans for development. (v) writing off loans. (8) Role for the government. The government in the less developed country is in the key position to deal effectively with social institutional obstacles to growth and breaking out the vicious circle of poverty. It can greatly root out political corruption and bribery. It can provide incentives to save and invest. It can increase agricultural production by introducing effective land reforms in the country. Vicious Circle of Poverty A'' Country is poor become it is poor: Another major cause of economic backwardness is the vicious circle of poverty. Due to backwardness there is not optimum use of resources and due to this reason goods are not produced on the principle of specialisation and division of labour and hence production remains low. Low level of production is due to imperfect markets. Therefore, the level of income of the people is low and hence, level of savings is low. Low level of savings is responsible for low level of investment as a result capital formation rate remains low and problem of shortage of capital arises in these countries and therefore, shortage of capital is the major cause of their underdevelopment. LINGKAR SETAN KEMISKINAN DALAM PEMBANGUNAN DAN CARA MEMUTUSKAN LINGKAR SETAN KEMISKINAN Lingkaran setan kemiskinan (the vicious circle of poverty) adalah serangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi secara demekian rupa sehingga menimbulkan keadaan dimana sesuatu Negara akan tetap miskin dan akan tetap mengalami banyak kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi. Pada hakikatnya bahwa kemiskinan bukan saja disebabkan oleh ketiadaan pembangunan pada masa lalu tetapi juga menghadirkan hambatan kepada pembangunan pada masa yang akan datang. “suatu Negara jadi miskin karena dia merupakan Negara miskin”. Lingkaran setan kemiskinan yang terpenting adalah keadaan-keadaan yang menyebabkan menimbulkan hambatan terhadap terciptanya tingkat pembentukan modal yang tinggi. Disatu pihak pembentukan modal ditentukan oleh tingkat tabungan,dan dilain pihak oleh perangsang untuk menanam modal. Dinegara sedang berkembang kedua faktor ini tidak mungkin dilaksanakannya tingkat pembentukan modal yang tinggi. Jadi ada dua faktor yang jenis lingkar setan kemiskinan yang menghambat Negara sedang berkembang untuk mencapai tingkat pembangunan yang pesat, yaitu dari segi penawaran modal dan dari segi permintaan modal. Dari segi penawaran (modal): lingkaran setan kemiskinan dapat dinyatakan secara berikut, tingkat pendapatan masyarakat yang rendah, yang mengakibatkan tingkat produktivitas yang rendah, menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga rendah. Dan itu akan membuat pembentukan modal rendah juga. Dan selanjutnya menjadi Negara menghadapi kekurangan barang modal dan dengan demikian tingkat produktivitas akan tetap rendah. Kemudian dari segi permintaan; di Negara-negara miskin perangsang untuk melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar untuk berbagai jenis barang terbatas, dan hal itu yang belakangan disebutkan disebabkan oleh pendapataan masyarakat yang rendah. Sedangkan pendapatan yang rendah disebabkan oleh produktivitas yang rendah yang diwujudkan oleh pembentukan modal yang terbatas pada masa lalu. Pembentukan modal yang terbatas ini disebabkan oleh kekurangan perangsangan untuk menanam modal. Lingkar setan kemiskinan bisa juga muncul akibat international demonstration effect, yaitu kecenderungan Negara sedang berkembang untuk mencontoh corak konsumsi dikalangan Negara maju. Adanya Negara maju, memungkinkan penduduk dinegara berkembang mengimpor dan mengonsumsikan barang-barang industri yang bermutu jauh lebih baik dari yang dihasilkan didalam negeri. Sedangkan Negara sedang berkembang tidak memiliki pendapatan dan cukup modal dalam membeli itu semua. Dan pengeluaran tambahan itu akan mengurangi tingkat tabungan yang dikerahkan oleh Negara sedang berkembang dalam pembentukan modal yang akan berlaku meningkatkan penghasilan produksi nasional. Dan keadaan ini akan memperburuk lagi keadaan lingkar setan kemiskinan yang dihadapi Negara sedang berkembang. Disamping itu ada lagi lingkaran setan kemiskinan yang menimbulkan hubungan saling mempengaruhi antara masyarakat yang terbelakang dan tradisional dengan keadaan alam yang belum berkembangkan. Keadaan itu akan dimanfaatkan oleh Negara asing untuk mengeruk kekayaan Negara sedang berkembang dan itu akan membuat Negara sedang berkembang semakin miskin. Negara sedang berkembang tidak memiliki tenaga kerja yang ahli dalam mengolah kekayaan alam karena pendidikan masyarakat masih relative rendah. Sehingga tenaga kerja yang ahli terbatas dan mobilitas sumber daya juga terbatas. Sehingga pemerintah tidak bisa berbuat banyak, lalu menyerahkan kekayaan alam dikelola oleh investasi asing, padahal investasi asing sangat tidak membantu dalam membuat Negara sedang berkembang menjadi Negara maju. Investasi asing hanya memikirkan diri mereka sendiri,walaupun pendapatan SDA investasi asing memberikan hasil kepada pemerintah, itu semua tidak banyak. Yang lebih banyak mendapatkan keuntungan dalam mengelola SDA Negara sedang berkembang adalah investasi asing untuk memperkaya Negara mereka. Maka semakin miskinlah Negara sedang berkembang karna akan terus dijajah oleh investasi asing. Maka pembangunan Negara sedang berkembang akan selalu terhambat dan terhalang oleh yang namanya lingkar setan kemiskinan. Cara memutuskan lingkar setan kemiskinan dalam pembangunan adalah dengan ada kerja sama masyarakat,Negara dan pemerintah dalam mengatasi masalah ini. Cara pertama yang harus dilakukan adalah dengan memberikan tingkat pendidikan yang bermutu kepada masyarakat agar kebodohan masyarakat dapat dikurangi dinegara sedang berkembang. Dan masyarakat memiliki pendidikan dalam menghadapi persaingan global yang semakin hari semakin maju. Dengan ada pendidikan yang tinggi maka akan tercipta tenaga kerja ahli dan itu akan membantu Negara sedang berkembang dalam mengelola kekayaan alam mereka sendiri tanpa melibatkan Negara asing lagi, jadi Negara sedang berkembang bisa mandiri tanpa tergantung Negara lain. Untuk itu pemerintah harus mewajidkan Negara sedang berkembang untuk sekolah setinggi-tingginya. Agar Negara sedang berkembang bisa menjadi Negara yang maju karena masyarakat sudah tidak bisa lagi dibodohi oleh Negara asing. Cara kedua adalah pemerintah harus memberikan bantuan modal kepada pengusaha kecil, agar pengusaha kecil bisa mengembang usahanya dan juga dapat menciptakan produk-produk yang berkualitas agar bisa bersaing dengan produk Negara asing. Dan itu akan memberikan pendapatan nasional yang bisa dijadikan modal dalam pembangunan. Cara ketiga Negara sedang berkembang harus menghapuskan budaya korupsi, sebab budaya itu sangat menyiksa Negara sedang berkembang, karena budaya itu merupakan faktor yang juga berperan penting dalam terciptanya lingkar setan kemiskinan pembangunan. Modal-modal yang seharusnya untuk pembangunan menjadi tidak ada karena ada oknum pemerintah yang melakukan korupsi, sehingga pembangunan tertunda dan bahwakan tidak berjalan semestinya. Para korupsi hanya memikirkan perut mereka sendiri, tanpa memikirkan masyarakat yang semakin menderita karena kemiskinan. Dan apabila budaya tersebut tidak juga dihapuskan maka pembanguanan Negara sedang berkembang tidak akan terjadi dan Negara tersebut akan selalu miskin untuk selamanya. Cara keempat, pemerintah tidak menyerahkan kekayaan alam kepada investasi asing, sebenarnya investasi asing tidaklah menguntungkan bagi Negara sedang berkembang. Karena investasi asing merupakan penjajah bagi Negara sedang berkembang, investasi asing hanya lintah darat hanya akan teruk mengeruk kekayaan alam Negara sedang berkembang. Bahkan investasi asing lebih sadis dari pada korupsi yang dilakuakan oknum pemerintah. Sebab investasi asing pendapatannya lebih besar dan bahkan mampu memajukan Negara mereka sendiri. Jadi Negara sedang berkembang hanya dijadi asset modal bagi investasi asing dalam memperkaya Negara mereka sedangkan Negara sedang berkembang semakin hari semakin miskin karena pendapatan yang dimiliki tidak bisa dinikmati oleh oleh Negara sendiri dan investasi asing semakin kaya Cara kelima, pemerintah jangan berhutang lagi kepada Negara maju sebab semua itu tidak membantu dalam menyejahterakan masyarakat. Hutang hanya menambah beban bagi Negara sedang berkembang, karena yang membayari hutang tersebut adalah masyarakat. Itu akan membuat masyarakat menderita karena tidak bisa meningkat taraf hidup untuk lebih baik, karena penghasilan mereka sebagian untuk bayar utang yang mereka tidak tahu hutang apa. Sebab pemerintahlah yang melakukan untang tersebut, apabila pemerintah berhutang sebaiknya hutang tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk pembangunan bukan untuk menambah kekayaan pemerintah itu sendiri. Agar hutang tersebut tidak menjadi sia-sia, dan sebaiknya pemerintah tidak berhutang lagi sebab bunga yang diberikan kreditor sangat tinggi, sehingga Negara tidak mampu membayar. Dan itu akan menambah derita kemiskinan bagi Negara sedang berkembang. Dari berbagai cara tersebut diatas, cara yang paling diutamakan adalah MENINGKATKAN PENDIDIKAN terutama bagi anak-anak sebagai cikal bakal pemimpin pada masa yang akan datang. Pemerintah perlu melaksanakan suatu program beasiswa unggulan untuk anak-anak yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata dari setiap propinsi dengan terlebih dahulu melakukan “test kemampuan akademik, IQ”. Anak-anak tersebut diberikan pendidikan yang bersifat akademis, keterampilan dan pendidikan moral, sehingga selain pintar mereka juga memiliki kecerdasan emosional dan mampu melihat berbagai persoalan nantinya dengan logika dan hati. Sekitar 10 tahun kedepan mereka tamat dan bekerja/berpenghasilan akan kembali ke lingkungannya dan mampu menarik saudara dan masyarakat dilingkungannya untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. ___________________________Syofriza 07032014_________________________

Krisis Perekonomian Dunia Tahun 2008

Krisis global 2008 terkenal dipicu oleh Suprime Mortgage Crisis berpusat di New York, Amerika Serikat, selain terjadinya defisit anggaran keuangan Amerika yang tercermin sejak laporan keuangan Amerika 2007 silam akibat inflasi, perang Irak, kebebasan regulasi pasar yang liar, dan persaingan ekspor impor dengan negara lain.

Suprime Mortgage Crisis disebabkan oleh  gagalnya program Subprime Mortgage, suatu desain produk perbankan untuk kredit kepemilikan rumah di AS. Masyarakat di Amerika hidup dalam konsumerisme di luar batas kemampuan pendapatan yang diterimanya. Mereka hidup dalam hutang, belanja dengan kartu kredit, dan kredit perumahan (KPR Subprime), sementara mereka tidak mampu membayar hutangnya.  KPR Subprime memiliki banyak produk derivatif (turunan). Banyaknya produk derivatif inilah yang menjadi multiplyer effect dari tersumbatnya KPR Subprime terhadap perekonomian AS, dimana diperkirakan nilai KPR Subprime AS mencapai US$605 miliar.
Proses penciptaan beragam produk keuangan derivatif yang dihasilkan dari KPR Subprime adalah sebagai berikut.
  1.  Bank menjual KPR Subprime kepada lembaga keuangan yang disponsori pemerintah (government-sponsored enterprises) di bidang perumahan yaitu Fannie Mae dan Freddie Mac. Fannie Mae dan Freddie Mac adalah perusahaan kredit perumahan terbesar di AS.
  2. Fannie Mae dan Freddie Mac, lalu me-sekuritisasi KPR Subprime tersebut dengan menerbitkan instrumen utang derivatif bernama Mortgage Backed Securites (MBS).
  3.  MBS lalu dibeli oleh investment bank seperti Lehman Brothers, Morgan Stanley, UBS, HSBC, dan lain-lain.
  4.  Investment bank tersebut men-sekuritisasikan MBS (sekuritisasi atas sekuritisasi) dengan menerbitkan Collateralized Debt Obligation (CDO).
  5.  Langkah sekuritasasi ini terus berlanjut sehingga menghasilkan CDO turunan, synthetic CDO atau credit linknote (CLN).

Karena adanya greedy di pasar modal yang menyebabkan Economic Bubble-kenaikan harga tidak sebanding dengan euforia. Harga mengalami kenaikan yang kemudian diikuti inflasi yang tinggi yang berdampak suku bunga kredit naik. Pada waktu itu, Amerika Serikat mengalami peningkatan kredit akan barang properti, khususnya kredit perumahan. Tingginya suku bunga kredit menyebabkan gagal bayar sehingga timbul non-performing loan yang sangat buruk sehingga menyebabkan kredit terhadap Suprime Mortgage turun. Akibatnya lembaga keuangan yang memberikan kredit tersebut bangkrut karena kehilangan likuiditasnya, karena piutang perusahaan kepada para kreditor perumahan telah digadaikan kepada lembaga pemberi pinjaman. Ambruknya Lehman Brothers merupakan akibat penggunaan MBS (Mortgage Back Securities). Lehman Brothers terjerat pada transaksi derivatif yang terkait dengan pinjaman subprime mortgage, dengan pola securitization of securities. Pada akhirnya perusahaan-perusahaan tersebut harus bangkrut karena tidak dapat membayar seluruh hutang-hutangnya yang mengalami jatuh tempo pada saat yang bersamaan. Runtuhnya perusahaan-perusahaan finansial tersebut mengakibatkan bursa saham Wall Street menjadi tak berdaya, perusahaan-perusahaan besar tak sanggup bertahan seperti Lehman Brothers dan Goldman Sachs.

Krisis tersebut terus merambat ke sektor riil dan non-keuangan di seluruh dunia. Krisis keuangan di Amerika Serikat pada awal dan pertengahan tahun 2008 telah menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat Amerika Serikat yang selama ini dikenal sebagai konsumen terbesar atas produk-produk dari berbagai negara di seluruh dunia. Penurunan daya serap pasar itu menyebabkan volume impor menurun drastis yang berarti menurunnya ekspor dari negara-negara produsen berbagai produk yang selama ini dikonsumsi ataupun yang dibutuhkan oleh industri Amerika Serikat. Oleh karena volume ekonomi Amerika Serikat itu sangat besar, maka sudah tentu dampaknya kepada semua negara pengekspor di seluruh dunia menjadi serius pula, terutama negara-negara yang mengandalkan ekspornya ke Amerika Serikat.


Note: Amerika Serikat merupakan negara yang  menganut ekonomi liberal. Ekonomi AS dibiarkan menuruti mekanisme pasar, tanpa campur tangan pemerintah. Dalam kasus ini telah terjadi kegagalan pasar dimana terjadi excess supply perumahan yang tidak diikuti oleh permintaannya.

PENGARUH KORUPSI TERHADAP PENYALURAN KREDIT DI NEGARA ASEAN

TUGAS EKONOMI MAKRO  II
PROPOSAL “RESEARCH PLAN

PENGARUH KORUPSI TERHADAP PENYALURAN KREDIT
 DI NEGARA ASEAN






Oleh:
Syofriza Syofyan
NIM: 1206328105



PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA



1.     Pendahuluan

Kinerja bank memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi dengan memobilisasi dana tabungan dan meminjamkannya pada peminjam dengan tindakan yang paling efisien. Korupsi merupakan bagian yang cukup besar di negara-negara berkembang terkait dengan karakteristik dasar lingkungan yang tidak tertata dengan baik seperti kelemahan dalam hukum dan peraturan, system hukum yang tidak memadai, kelemahan dalam institusi penting yang dapat mempengaruhi bank dalam menyalurkan dana pinjaman.
Treisman  (2000) dan Levin dan Satarov (2000) menemukan bukti bahwa korupsi yang tinggi terkait dengan menurunnya pertmbuhan ekonomi dan bila kondisi perekonomian membaik akan mengurangi korupsi. Biaya korupsi ini cukup fenomenal, dimana ketika bank bank menyalurkan sejumlah  besar pinjaman pada proyek-proyek yang tidak layak, sementara hanya sedikit untuk proyek yang layak. Hal ini menghalangi pertumbuhan ekonomi dan kesempatan berinvestasi yang layak justru kekurangan dana.
Korupsi di Indonesia sangat luar biasa karena IPK (Indeks Persepsi Korupsi) tiga kebawah. Padahal kalau suatu negara dikatakan bersih dari korupsi  jika IPK-nya sepuluh. Hal itu berarti bahwa Indonesia  masih sulit untuk keluar dari jeratan korupsi yang sudah mengakar. Bahkan skor IPK Indonesia dikawasan ASEAN di bawah Brunei, Malaysia dan Thailand apalagi bila dibandingkan dengan Singaupura, karena IPK Singapura selalu di atas 9. Indonesia hanya lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara baru seperti Vietnam, Kamboja, Laos dan Myanmar. Sedangkan bila dilihat dari pertumbuhan ekonominya, maka Indonesia relatif tinggi pertumbuhan ekonominya. Dengan demikian bisa dikatakan korupsi di Indonesia tinggi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang juga relatif tinggi. (Nawatni, 2013)
Berdasarkan uraian diatas, muncul fenomena yang kontradiktif  dan perlu dianalisis yaitu, adanya korupsi di Indonesia tidak membuat pertumbuhan ekonomi menurun lalu bagaimana dengan penyaluran kredit perbankan ?

Rumusan pertanyaan penelitian:
“Bagaimana pengaruh korupsi terhadap penyaluran kredit di Indonesia dan sembilan (9) negara Asean lainnya ?”

Sesuai dengan rumusan pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa dampak korupsi pada penyaluran kredit pada  perbankan di Negara ASEAN.

2.     Tinjauan Pustaka

Korupsi dipahami sebagai the misuse of public power for private benefit (Hustead, 2002), dan juga dalam pengertian the use of public office for private gain, baik yang untuk kegiatan finansial maupun nonfinansial (Balkaran, 2002). Dalam hal ini yang termasuk korupsi adalah sogokan (bribery), pemerasan (extortion), memperjualbelikan pengaruh (influence peddling), nepotisme (nepotism),  dan segala tindakan yang terkait dengannya (Alatas, 1981)
Pengaruh korupsi terhadap penyaluran kredit perbankan secara teoritis bisa positif dan bisa negatif. Dampak negatif berarti korupsi menurunkan penyaluran kredit perbankan, sebaliknya dampak positif berarti korupsi meningkatkan peyaluran kredit perbankan.
Argumen utama mengapa korupsi akan menurunkan penyaluran kredit perbankan didasarkan pada hukum dan teori keuangan dipelopori oleh La Porta et al. (1997). Lembaga hukum yang melindungi bank dan menegakkan kontrak (Lembaga penjamin Simpanan) cenderung untuk mendorong kredit perbankan yang lebih besar,  dengan meningkatkan keediaan bank untuk menyalurkan kredit. Dalam kasus default oleh peminjam, bank dijamin oleh LPS untuk memperoleh pengembalian kredit yang telah disalurkan. Namun tindakan korupsi dari LPS menambah ketidakpastian bagi bank untuk mendapatkan kembali kredit yang telah disalurkan kepada peminjam yang default,  akan menyebabkan bank mengurangi kesediaan mereka untuk menyalurkan kredit.
Bukti empiris mendukung teori ini adalah  La Porta et al. (1997) yang mengamati bahwa perlindungan hukum yang lebih baik akan mendorong peminjam untuk meminjam lebih besar, Levine (1998, 1999) dan Djankov, McLiesh dan Shleifer (2007) menunjukkan bahwa perlindungan hukum yang lebih baik untuk bank akan meningkatkan  rasio yang lebih tinggi dari kredit bank ke sektor swasta terhadap PDB pada analisis di lintas negara. Dengan menyelidiki factor-faktor yang mempengaruhi kontrak pinjaman, Qian dan Strahan (2007) juga mendukung pandangan bahwa perlindungan yang lebih kuat dari kreditor mengarah ke suku bunga pinjaman yang lebih rendah yang dibebankan oleh bank sehingga menurunkan keinginan bank untuk menyalurkan kredit.
Argumen kedua berfokus korupsi berupa suap yang diberikan peminjam kepada pihak bank atau pejabat bank untuk mempermudah perolehan kredit. Levin dan Satarov (2000) menjelaskan bagaimana peminjam memberikan amplop berisi uang kepada pejabat bank di Rusia pada 1990-an. Bukti korupsi dalam pinjaman tersebar luas. Di Rusia, Levin dan Satarov (2000) menunjukkan angka laporan kasus pidana yang  diluncurkan terhadap para karyawan bank Rusia di tahun1990. Di Negara China, Barth et al. (2008) menunjukkan bahwa 461 kasus penipuan bank, masing-masing melibatkan lebih dari satu juta yuan, yang ditemukan pada tahun 2005. Korupsi dapat mengurangi kredit perbankan melalui dampaknya terhadap pinjaman. Dengan meningkatkan biaya pinjaman, ia bertindak sebagai pajak atas peminjam dan sebagainya merupakan kendala untuk membiayai. Survei Bisnis Lingkungan Dunia (WBES) oleh Bank Dunia memberikan bukti tentang dampak negatif korupsi dalam penyaluran kredit, dengan mempertanyakan manajer perusahaan apakah korupsi pejabat bank menjadi kendala bagi pertumbuhan bisnis dalam survei lintas-negara. Berdasarkan survei ini, Batra, Kaufmann dan Batu (2004) mengamati bahwa korupsi pejabat bank dianggap sebagai kendala utama atau moderat sebesar 20% sampai 30% dari perusahaan-perusahaan di wilayah dunia lain selain negara-negara OECD.
Argumen di atas memberikan anggapan bahwa korupsi dapat menghambat kredit perbankan. Namun di sisi lain korupsi dalam pinjaman juga mungkin akan bermanfaat bagi kredit perbankan dalam beberapa kasus. Memang argumen korupsi bisa berupa pejabat bank memanfaatkan kekuasaannya dalam pemberian kredit dengan menuntut suap dalam pertukaran, yang meningkatkan biaya pinjaman. Namun demikian, peminjam juga mungkin berinisitatif  untuk memberikan suap kepada pejabat bank agar meningkatkan peluangnya untuk mendapatkan pinjaman . Dalam hal ini, korupsi dalam pemberian kredit dapat mendukung kredit perbankan.
Insentif peminjam untuk menawarkan suap untuk memperoleh kredit perbankan akan meningkatkan keengganan bank menanggung risiko. Seperti penawaran penghindaran risiko dengan keengganan bank untuk memberikan pinjaman, keengganan risiko yang lebih besar berarti aplikasi pinjaman yang lebih ditolak . Akibatnya, hal itu meningkatkan kemungkinan bahwa peminjam akan membayar suap untuk mendapatkan pinjaman. Argumen teoritis ini menunjukkan adanya dampak positif korupsi dalam pemberian kredit pada kredit perbankan. Stiglitz dan Weiss (1981) menunjukkan adanya adverse selection, sehingga dari informasi asimetri  antara bank dengan peminjam menyebabkan penjatahan kredit dalam arti bahwa peminjam bersedia membayar suku bunga pinjaman yang lebih besar dari yang diminta dan hal ini menyebabkan bank telah menolak permintaan pinjaman yang tidak bersedia membayar dengan bunga yang tinggi. Bank termotivasi untuk melakukannya untuk menghindari adverse selection melalui memberikan pinjaman hanya kepada peminjam yang proyeknya tidak layak (buruk).  Hanya peminjam berisiko memiliki insentif untuk berperilaku seperti ini , sesuai dengan mekanisme  yang merugikan. Peminjam yang tidak beresiko (aman) tidak bersedia membayar lebih. Dalam arti bahwa, dengan menghindari hambatan untuk mendapatkan pinjaman dari bank, korupsi dalam pemberian kredit dapat meningkatkan pinjaman bank.
Berdasarkan teori dan temuan empiris diatas terdapat argumen yang saling bertentangan mengenai pengaruh korupsi terhadap penyaluran kredir perbankan yaitu pengaruh positif dan negative. Terkait dengan pengalaman yang banyak terjadi di Indonesia seperti kasus Bank Century tahun 2009, dan berbagai kasus korupsi atas kerjasama dengan pejabat bank maka peneliti menduga bahwa tingkat korupsi yang tinggi menyebabkan penyaluran kredit tersendat sehingga dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi.

3. Metodologi Penelitian
3.1 Unit Analisis
Unit analisis penelitian ini adalah sepuluh Negara ASEAN yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, Kamboja, Laos, Philipina, Vietnam, Thailand, Myanmar dan perbankan dimasing-masing Negara selama periode 2001 – 2010.


3.2 Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data ekonomi makro di masing-masing Negara yang dapat diperoleh dari IMF (International Monetary Fund) dan IFS (International Finacial Statistic) kemudian juga data tentang base laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) yang sudah dipublikasikan  untuk bank-bank di masing-masing Negara yang dapat diambil dari Bank Sentral di masing-masing negara.

3.3. Metode Regresi Data Panel
Objek dalam penelitian ini bersifat time-series dan cross-section sekaligus, sehingga disebut data panel. Ciri utama data panel adalah jumlah variabel yang lebih banyak daripada jumlah waktu observasi. Ada 3 pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengestimasi model data panel, yakni Pooled least square (PLS), Fixed Effect Method (FEM) dan Random Effect Method (REM). Pemilihan model terbaik antara PLS dan FEM menggunakan uji Chow dan pemilihan model terbaik antara FEM dan REM menggunakan Uji Hausman.
3.3.1. Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square)
Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool. Misalkan terdapat persamaan berikut ini:
Yit = a + xjit bj + eit                  untuk i =  1, 2, . . . , N dan t = 1, 2, . . ., T
Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, dapat dilakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut:
Yi1 = a +  xjit bj + ei1               untuk i =  1, 2, . . . , N
yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya, akan dapat diperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter a dan b yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi.

3.3.2. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Method)
Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa tersebut adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar daerah maupun antar waktu.. Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variable) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu. Dalam pengujian pada penelitian ini, penulis akan menyoroti nilai intersep yang mungkin saja bisa berbeda-beda antar unit cross section.
            Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variable atau disebut juga Covariance Model. Dapat dituliskan pendekatan tersebut dalam persaman sebagai berikut:
yit = ai + xjit bj + + eit
di mana :
yit  = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i
ai  = intercept yang berubah-ubah antar cross section unit
xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i
bji  = parameter untuk variabel ke j
eit  = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

            Keputusan memasukkan variabel boneka ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Tidak dapat dipungkiri, dengan melakukan penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang pada akhirnya akan mempengaruhi kefisienan dari parameter yang diestimasi. Pertimbangan pemilihan pendekatan yang digunakan ini didekati dengan menggunakan statistik F (uji chow) yang berusaha memperbandingkan antara nilai jumlah kuadrat dari error dari proses pendugaan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil dan efek tetap yang telah memasukkan variabel boneka. Rumusan itu adalah sebagai berikut:

FN+T-2,NT-N-T = (ESS1 -ESS2) / (NT-1)
                                                (ESS2) / (NT-N-K)
     
dimana ESS1 dan ESS2 adalah jumlah kuadrat sisa dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa dan model efek tetap, sedangkan statistik F mengikuti distribusi F dengan derajat bebas NT-1 dan NT-N-K . Nilai statistik F uji ini lah yang kemudian dibandingkan dengan nilai statistik F tabel yang akan menentukan pilihan model yang akan digunakan

3.3.3 Pendekatan Efek Acak (Random Effect Method)
Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap tak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal pendekatan ketiga yaitu model efek acak (random effect). Dalam model efek acak, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Karena hal ini lah, model efek acak sering juga disebut model komponen error (error component model).
            Bentuk model efek acak ini dijelaskan pada persamaan berikut ini:
                                    Yit = a + xjit bj + eit     
                                    e it = ui + vt + w it
dimana                        ui ~N(0, du2)    = komponen cross section error
                        vt ~N(0, d v2)    = komponen time series error
                        wit~ N(0, d w2) = komponen error kombinasi
Diasumsikan juga bahwa error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.
            Dengan menggunakan model efek acak ini, maka dapat dihemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan penggunaan model efek tetap ataupun efek acak ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan oleh Hausman. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan menggunakan nilai Chi Square Statistics sehingga keputusan pemilihan model akan dapat ditentukan secara statistik.
3.3.4. Model estimasi
Model estimasi yang akan digunakan dalam penelitian ini ada 2 yaitu model persamaan regresi antar Negara yang bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh korupsi terhadap penyaluran kredit perbankan untuk antar Negara dimana variabel dependentnya adalah Kredit Perbankan dan variabel independentnya adalah Korupsi, Inflasi, Perdagangan Internasional dan GDP per kapita.

Model persamaan regresi antar negara
KPit = boit + b1 Kit + b2 Infit + b3 PIit + b4 GDPit + eit

Dimana:
i = Negara-negara ASEAN yaitu
Indonesia
Singapura
Malaysia
Brunai Darussalam
Kamboja
Laos
Philipina
Vietnam
Thailand
Myanmar
t = periode penelitian, 2001 - 2011

Persamaan yang ke 2 yaitu model persamaan regresi pada level bank pernegara yang bertujuan untuk menganalisis dan memeriksa kesesuaian dengan hasil regresi pada level Negara dan untuk menganalisa apakah dampak korupsi terhadap penyaluran kredit tergantung pada penghindaran resiko. Pada persamaan  ini variabel dependentnya adalah Kredit Perbankan dan variabel independentnya adalah Korupsi, Korupsi*Risk Averse, Risk Averse, Deposit to Asset ratio, Size dan GDP per kapita.

Model persamaan pada level bank per Negara

KPijt = aoijt + a1ijt Kit + a2 Kit*RAijt + a3 RAijt + a4 DTAijt + a5 Sijt + a5 Inf ijt + a6 GDPit + uijt
Dimana:
i = Negara-negara di ASEAN (10 Negara)
j = bank-bank di masing-masing Negara
t = Periode Penelitian (2001 – 2010)

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel
Variabel
Notasi
Dekripsi Operasional Variabel
DATA ANTAR NEGARA
Kredit Perbankan
KP
Rasio jumlah kredit yang disalurkan kepada perusahaan swasta oleh lembaga keuangan terhadap GDP (Selama tahun2001-2010)
Korupsi
K
IPK = Indeks Persepsi Korupsi, dari yang dikeluarkan oleh Transparency International dengan skor 0 sampai dengan 10. Skor 10 berarti suatu wilayah bebas dari korupsi dan sebaliknya jika nol maka semakin korup (indeks).(selama tahun 2001-2010)
Inflasi
Inf
CPI = IHK = Indeks Harga Konsumen (dalam %) selama 2001 – 2010
Perdagangan Internasional
PI
Rasio Perdagangan Internasional terhadap GDP (dalam %) (selama 2001 -2010)
GDP per Kapita
GDP
Log GDP per kapita pada harga PPP tahun 2010  (Selama 2001 – 2010)

DATA PADA LEVEL BANK
Deposit To Asset
DTA
Rasio total deposito terhadap total asset
Size
S
Logaritma dari total asset
Risk Aversion
RA
Rasio kelebihan ekuitas (ekuitas dikurangi persyaratan ekuitas minimum) terhadap total asset


 Daftar Pustaka

Alatas, Syed Husain (1981),” Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer, Jakarta, LP3ES
Balkaran, Lal, 2002,”Curbing Corruption: The Internal Auditor Altamonte Spring Feb: ol 59 (1): 40-47
Barth, James, Chen Lin, Ping Lin and Frank Song, 2008. "Corruption in Bank Lending to Firms: Cross-Country Micro Evidence on the Beneficial Role of Competition and Information Sharing," Journal of Financial Economics, forthcoming
Batra, Geeta, Daniel Kaufmann and Andrew Stone, 2004. "The Firms Speak: What the World Business Environment Survey Tells Us about Constraints on the Private Sec-tor Development," World Bank, Washington D.C.
Djankov, Simeon, Caralee McLiesh and Andrei Shleifer, 2007. "Private Credit in 129 Countries," Journal of Financial Economics 84, 2, 299-329. Qian, Jun, and Philip Strahan, 2007. "How Laws & Institutions Shape Financial Contracts: The Case of Bank Loans,” Journal of Finance LXII, 6, 2803-2834
La Porta, Rafael, Florencio Lopez-de-Silanes, Andrei Shleifer and Robert W. Vishny, 1997. "Legal Determinants of External Finance," Journal of Finance 52, 1131-1150
Levin, Mark, and Georgy Satarov, 2000. “Corruption and Institutions in Russia,” European Journal of Political Economy 16, 113-132.
Levine R., 1998. “The Legal Environment, Banks and Long-Run Economic Growth”, Journal of Money, Credit and Banking 30, 3, 596-620.
Levine, Ross, 1999. "Law, Finance and Economic Growth," Journal of Financial Interme-diation 8, 8-35.
Nawatni, Sri (2013),”Korupsi Dan Pertumbuhan Ekonomi- Studi Empiris 33 Propinsi Di Indonesia, Dinamika Akuntansi, Keuangan Dan Perbankan, Mei, Hal 66-81
Stiglitz, Joseph, and Andrew Weiss, 1981. "Credit Rationing in Markets with Imperfect Information," American Economic Review 71, 393-410.
Treisman, Daniel, 2000. “The Causes of Corruption: A Cross-National Study,” Journal of Public Economics 76, 3, 399-457.